PERANGI KEMISKINAN DENGAN REFORMA AGRARIA

Pengumuman hasil survey sosial dan ekonomi nasional 2006 oleh BPS menutup debat yang ramai pasca presiden membacakan pidato kenegaraannya yang menyebutkan penurunan angka kemiskinan dari 23,4% tahun 2005 menjadi 16% pada tahun 2006. Kesimpulannya adalah angka kemiskinan di Indonesai tidak menurun, bahkan terjadi peningkatan dari 35,10 Juta (15,97%) di bulan Pebruari 2005 menjadi 39,05 juta (17,75%) pada bulan Maret 2006.

Sejauh ini, peningkatan angka kemiskinan selalu dikaitkan dengan kebijakan pemerintah SBY-JK yang menaikkan harga BBM sebesar 140% pada Oktober 2005 lalu. Kenaikan harga BBM tersebut semakin menambah beban hidup masyarakat karena harga makanan, pakaian dan transfortasi mahal. Kemiskinan juga diakibatkan karena pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan, sehingga tingkat pengangguran juga meningkat. Untuk di daerah Jabar saja, sebanyak 2 juta angkatan kerja yang menganggur.

Peningkatan angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa sampai saat ini tidak ada jurus ampuh dari pemerintah yang terbukti mampu mengatasi kemiskinan. Dalam teorinya, pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai obat mujarab untuk memerangi kemiskinan dan pengangguran. Sayangnya, menurut ekonom Faisal Basri bahwa sejak krisis melanda Indonesia, pertumbuhan tidak pernah menembus 6 persen.(Kompas,03 September 2006)

Artinya asumsi pemerintah selama ini untuk mengurangi kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja yang banyak tidak terjadi, karena sektor-sektor yang dapat menyerap lapangan kerja banyak mengalami kelumpuhan. Para pakar ekonomi menganalisis bahwa situasi ini terjadi karena pemerintah belum mempunyai kebijakan dalam memerangi kemiskinan dan masih tidak terjadinya integrasi yang utuh antar semua sektor.

Salah satu bukti dari tidak adanya kebijakan dalam memerangi kemiskinan di Indonesia adalah cara pemerintah mengatasi kemiskinan tanpa menyelesaikan akar persoalan kemiskinan di Indonesia. Apa yang menjadi akar persoalan ekonomi Indonesia adalah situasi dimana kemiskinan rakyat sudah sampai pada status kemiskinan absolut. Salah satu cirinya adalah rakyat bisa bertahan hidup dari mengandalkan bantuan dari pemerintah, tetapi bukan dari basis produksinya sendiri. Kasus kelaparan yang menimpa 30 KK warga Cipanjalu, Kab. Bandung Jawa Barat dan mengancam 207 KK lainnya awal agustus lalu menjadi contoh kongkritnya.(Pikiran Rakyat, 2 Agustus 2006)

Kemiskinan Dan Krisis Agraria
Angka kemiskinan dan penganguran yang terus meningkat sangat erat kaintannya dengan persoalan agraria. Persoalan agraria adalah suatu keadaan dimana sumber-sumber agraria, terutama tanah dan semua yang ada di dalam tanah serta yang tumbuh di atasnya tidak bisa menjadi sumber pendapatan bagi rumah tangga rakyat, khususnya mereka yang tinggal di pedesaan.

Sumber-sumber agraria tidak bisa jadi sumber pendapatan ini terkait dengan beberapa hal; Pertama, adalah sumber-sumber agraria itu tidak dikuasai oleh rakyat. Sebagai ilustrasi adalah ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia yang sudah sangat mencolok, sebagaimana ditunjukkan hasil sensus pertanian 1993 bahwa sebanyak 43% rumah tangga pedesaan tidak bertanah, sementara 16% rumah tangga menguasai 69% luas tanah, dan 41% rumah tangga menguasai hanya 31% luas tanah yang tersedia. Kedua, sumber-sumber agraria telah mengalami kerusakan yang cukup parah, sehingga tidak lagi dapat berproduksi dengan baik. Soal ini sebagian besar diakibatkan oleh adanya usaha-usaha ekonomi yang eksploitatif dan tidak ramah lingkungan.

Pada prinsipnya, pemerintahan SBY-JK sangat memahami persoalan ini, hal ini terlihat dengan adanya program revitalisasi pertanian dan pedesaan. Dan dalam pidato kenegaraan baru-baru ini, presiden kembali menegaskan perlunya perhatian pada sektor pertanian. Hanya saja, penulis ingin menegaskan bahwa program revitalisasi pertanian dan pedesaan itu harus didasarkan pada penyelesaian krisis agraria yang sedang dihadapi oleh Indonesia saat ini.

Reforma Agraria Sebagai Jawaban
Tahap yang harus dilewati pemerintah dalam mengatasi krisis agraria ini adalah dengan menata ulang struktur agraria. Tujuannya adalah untuk menghilangkan ketimpangan penguasaan agraria. Karena ketimpangan agraria inilah yang menjadi sebab utama dari kemiskinan di Indonesia. Banyaknya urbanisasi masyarakat pedesaan ke kota untuk mencari kerja, karena mereka tidak lagi bisa hidup dari pertanian di desa.

Karenanya hal terpokok dari pekerjaan pemerintah dalam memerangi kemiskinan adalah memompa pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui jalan reforma agraria. Apa yang disebut dengan reforma agraria ? adalah satu proses menata ulang struktur agraria ke arah yang lebih adil dan merata. Variabel utamanya adalah tanah sebagai basis produksi pertanian dan pertumbuhan pedesaan.

Sebagai penutu dari tulisan ini, sebuah ilustrasi bagaimana pentingnnya reforma agraria dalam mememerangi kemiskinan. Seperti yang ditulis oleh Noer Fauzi (2003) bahwa “tanpa reforma agraria tidak akan terjadi investasi di dalam pertanian, malahan disinvestasi. Karena lama kelamaan banyak petani yang kehilangan tanah dan kemiskinan meluas. Akibat sektor industri kecil, industri rumah tangga, perdagangan, jasa dan sirkulasi uang melemah, dan hanya bisa bergantung dari investasi modal dari kota.”

Dengan demikian, reforma agraria adalah dasar awal untuk membangun perekonomian nasional, dan tahap yang mesti dilalui untuk memasuki industrialisasi. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa Negara yan berhasil bertahan dari krisis seperti Jepang, Taiwan, China dan beberapa negara di Amerika Latin.

No comments: